Kamis, 08 Juni 2017

PELAKSANAAN / PROSES PILKADA

  1. Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
  1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
  2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
  3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
  4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
  5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

  1. Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
  1. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu  salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.
  1. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
  1. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
  1. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
  1. Solusi
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
  1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
  2. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
  3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
  4. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.




KESIMPULAN


Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUTAKA :
https://docs.google.com/document/d/193L7litmD4boRIBpiZcWfnCU- CHzfYA44B2xujt6DyE/edit

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PILKADA

ANALISIS KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PEMILUKADA DAN MASA DEPAN PEMILUKADA  DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Desentralisasi di Indonesia dalam perspektif dinamika politik lokal telah memasuki era baru. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan produk hukum yang menjawab tuntutan masyarakat tentang reformasi sistem politik di negeri ini. Dimana pemilihan kepala daerah tidak akan lagi dilakukan dengan calon tunggal atau tidak bakal terjadi lagi droping dari pusat. Atau tidak lagi proses pemilihannya terkesan seremonial di lembaga DPRD seperti yang terjadi di masa orde baru. Pemilihan Umum kepala daerah langsung dijiwai oleh pasal  1 ayat 2 UUD 1945 “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD” dan pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyebutkan “Gubernur dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
Perubahan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mendasari bahwa pemilihan kepala daerah, baik itu Gubernur, Bupati maupun Walikota akan diselenggarakan melalui pemilihan dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung. Secara operasional pelaksanaan pemilukada diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada bab IV bagian kedelapan pasal 56 sampai dengan pasal 119 dimulai dari paragraf kesatu tentang pemilihan sampai paragraf ketujuh tentang ketentuan pidana. Pasal 56 ayat 1 UU No. 32 tahun 2004 menyebutkan, “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasang calon yang dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Kemudian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 menyatakan KPUD sebagai penyelenggara pemilukada dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang menyatakan DPRD sebagai pengawas dengan membentuk penitia pengawas. Dengan demikian Pilkada tidak lagi menganut sistem “demokrasi perwakilan”, melainkan langsung melibatkan rakyat dalam proses pemilihan kepala daerah.
Keberhasilan demokrasi politik pada aras lokal ditandai dengan berlangsungnya pemilukada langsung menunjukkan bahwa di Indonesia telah berlangsung sistem politik yang demokratis dan stabil untuk pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and balances) yang makin baik. Namun disisi lain, Pemilukada tentu saja menimbulkan keuntungan maupun kerugian (permasalahan) baik dari implikasi politik maupun dampak sosial ekonomi. Maka dari itu penulis bermaksud untuk menganalisis lebih mendalam mengenai “Kelebihan dan Kelemahan Pemilukada dan Masa Depan Pemilukada Di Indonesia”.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. A.      Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah)
Pemilukada yaitu pemilihan kepala daerah dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan wakilnya maupun pemilihan Bupati/walikota dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Pilkada langsung merupakan  instrumen politik dari rakyat dalam kerangka kepemimpinan kepala daerah. Legistimasi adalah komitmen untuk mewujudkan  nilai-nilai dan norma-norma yang berdimensi hukum, moral, dan sosial. Seorang kepala daerah yang memiliki legitimasi adalah kepala daerah yang terpilihdengan prosedur yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta melalui proses kampanye dan pemilihan yang demokratis dan sesuai dengan norma-norma sosial dan didukung suara trerbanyak. Penyelenggara pilkada harus memenuhi beberapa kriteria :
  1. Langsung
Rakyat mempunyai hak memberikan suaranya secara langsung dengan hati nuraninya, tanpa perantara.
  1. Umum
Pemilihan berlaku bagi semua warga negara, tanpa deskriminasi suku, ras, agama, golongan, kedaerahan, pekerjaan, dll.
  1. Bebas
Warga negara bebas menentukan pilihannnya tanpa tekanan dari siapapun.
  1. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui orang lain dengan cara apapun.
  1. Jujur
Setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah,calon / peserta pilkada,pengawas, pemantau, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  1. Adil
Setiap pemilih dan peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Dari beberapa penilitian ditemukan hubungan antara prakondisi demokrasi dan efektivitas pemilihan langsung yang terbentuk tidak bersifat linier melainkan hubungan timbal balik. Jika prakondisi demokrasi buruk, maka pemilihan langsung kepala daerah kurang efektif dalam peningkatan demokrasi, begitu juga sebaliknya apabila prakondisi demokrasi baik, maka pemilihan langsung kepala daerah akan efektif dalam peningkatan demokrasi.
  1. B.       Kelebihan dan Kelemahan Pemilukada Di Indonesia
Berbicara tentang Pemilukada tentu terdapat kelebihan dan kelemahan  dalam praktik penyelenggaraannya, diantaranya adalah :
  1. 1.         Kelebihan Pemilukada Di Indonesia
Dampak positif yang ditimbulkan dari pemilukada langsung adalah adanya prinsip one man one vote yang paling mendekati asas demokrasi. Prinsip ini tidak dapat dipenuhi oleh sistem perwakilan dengan model apa pun. Pemilukada langsung akan memberi peluang lebih besar kepada masyarakat untuk mendapatkan Kepala Daerah yang unggul dari segi akuntabilitas. Sejak tahun 2005 pergantian kepala daerah, baik Gubernur atau Bupati/Walikota, di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Pada tingkat lokal pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Walikota, Bupati) secara langsung merupakan media pembelajaran politik kepada akar rumput (masyarakat) dengan tetap menjunjung dan mengedepankan etika moral dalam berdemokrasi (Kumorotomo, 2010).
Efek dari diselenggarakannya Pemilukada langsung ini adalah masyarakat memiliki ruang demokrasi yang luas. Selain itu masih terdapat berbagai kelebihan dari diadakannya pemilukada langsung diantaranya adalah:
  1. Pilkada langsung dapat menjadi sarana untuk memperkuat otonomi daerah.
  2. Kepala daerah yang terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat.
  3. Kepala darah tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai atau fraksi-fraksi politik yang telah mencalonkannya.
  4. Sistem pemilukada lebih akuntabel dan adanya akuntabilitas publik.
  5. Checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang.
  6. Kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya.
  7. Pemilukada sebagai wadah pendidikan politik bagi rakyat.
  8. Kancah pelatihan ( training ground) dan pengembangan demokrasi.
  9. Dimungkinkan bahwa Pemilukada akan dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah.
  10. Pemilukada sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan.
  11. Membangun stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan ditingkat lokal serta mencegah separatisme.
  12. Kesetaraan politik (political equality).
  13. Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat.
  14. adanya platform visi misi kepala daerah yang akan menjadi landasan dasar perencanaan di daerah.
Contoh pemilukada yang saat ini bisa dikatakan berhasil adalah pemilukada di Jakarta khususnya pada apa yang telah dilakukan oleh kandidat cagub dan wagub yang saat ini telah dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Jokowi-Ahok. Pada saat kampanye, pasangan Jokowi-Ahok efektif membangun marketing politik secara personal dengan memanfaatkan media massa, menggunakan metode kampanye yang efektif “turun ke lapangan dan Berdialog tanpa public speaking yang massifManajemen “citra politik” dalam bentuk komunikasi publik yang santun.
  1. 2.         Kelemahan Pemilukada Di Indonesia
Pemilukada secara langsung terindikasi akan memakan dana APBD di berbagai provinsi. Pasalnya, anggaran yang seharusnya dialokasikan umtuk program-program kesejahteraan rakyat malah dianggarkan untuk kegiatan pemilukada. Secara formal penghitungan biaya pemilukada langsung diatas kertas tidak terlalu banyak menyerap anggaran daerah. Berikut adalah gambaran biaya yang harus ditanggung untuk pemilukada langsung dari berbagai daerah dan tabel tentang anggaranpelayanan publik.
Tabel 1. Usulan Biaya Pemilukada Langsung di 4 daerah
No
Lokasi Pemilukada
Pemilu Tahun
Usulan Biaya (Dalam Milyar Rupiah)
1.Provinsi Sumatera Utara
2013
495,4
2.Kota Bogor
2013
90
3.Provinsi DKI Jakarta
2012
250
4.Kota Yogyakarta*
2011
10,3
Keterangan : * Sudah berlangsung
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Tabel 3. Plafond Anggaran Pemerintah Kota Yogyakarta untuk pelayanan publik, pendidikan, dan kesehatan Tahun 2011
Pelayanan Dasar
Anggaran
Plafon Anggaran sementara urusan pendidikan
Rp.305.657.704.362,-.
Plafon Anggaran sementara urusan kesehatan secara keseluruhan
Rp.111.898.213.068-.
Total anggaran pendidikan dan kesehatan untuk pelayanan dasar
Rp.417,555,917,430,-
Sumber : PPAS Kota Yogyakarta Tahun 2011
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebenarnya biaya untuk Pemilukada baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, sebenarnya tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan anggaran untuk pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan. Namun yang tidak disadari oleh masyarakat adalah bagaimana APBD yang seharusnya untuk masyarakat, kemudian dibelokkan untuk menutup ongkos politik pencalonan kepala daerah tersebut. Dalam prakteknya, Pemilukada membuat biaya yang dikeluarkan oleh bakal calon kepala daerah menjadi sangat mahal. Hal ini dikarenakan bakal calon kepala daerah harus membayar mahar ke parpol yang mengusung, biaya kampanye dan kemungkinan untuk membeli suara. Dalam pemilukada kandidat harus menyetor mahar ke parpol tertentu untuk dapat maju ke pemilukada dengan kendaraan parpol tersebut. Hal ini mengakibatkan pemilukada bukannya menyejahterakan, tetapi semakin menyengsarakan masyarakat.
Analisis James Manor dan Richard Crook di Amerika Selatan dan Afrika Barat ada kaitan antara pemilihan langsung kepala daerah dan bad governance (dalam Eko Prasojo: 2009).Dampak negatif dari pemilukada langsung terhadap pelayanan publik dan penyelenggaran pemerintahan adalah pertama tingginya kemungkinan kepala daerah untuk mengembalikan ongkos politik pemilukada langsung melalui APBD sebagai akibat money politics yang dilakukan selama proses pemilukada langsung. Upaya untuk menarik simpati, biaya iklan, biaya mendaftar pada partai politik pengusung, menyebabkan tingginya ongkos pemilukada langsung bagi calon.
Oleh sebab itu untuk mengembalikan investasi politik tersebut APBD merupakan sasaran yang paling mudah untuk mengembalikan biaya politik tersebut, melalui pembagian sumberdaya seperti melalui pengadaan barang dan jasa. Kedua, dengan adanya pengembalian ongkos politik melalui APBD tersebut, dapat dibayangkan bahwa kemungkinan korupsi terhadap APBD menjadi sangat terbuka. Ketiga, kebijakan anggaran didesain melalui proses perumusan kebijakan yang cenderung elitis dan ditujukan untuk memenuhi target-target politik tertentu membuat orientasi pada kualitas pelayanan publik menjadi sangat kurang.
Dalam pelaksanaan pemilukada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
  1. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Contoh lain, Di jawa timur juga terindikasi adanya tradisi money politic pada saat pemilihan kepala desa masing-masing calon harus menyediakan uang pengganti kerja bagi para konstituen, yang besarnya tergantung kemampuan masing-masing calon. Di beberapa daerah, kegiatan money politics ini malah “dilegalkan”, karena diatur melalui musyawarah di tingkat panitia untuk memutuskan berapa uang pengganti yang harus di bayar oleh masing-masing calon. Hasil penelitian Pusat Studi Demokrasi dan PuSDeHAM menunjukkan bahwa  Surabaya masih cukup besar pemilih ditingkat desa mengharapkan imbalan materi pada saat pilkada.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini itu.
  1. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan pemilu.
  1. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
  1. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
Dengan demikian, Kelemahan pemilukada langsung di Indonesia saat ini yaitu masih terjadinya money politics, elit capture, kecurangan politik, dan kebocoran APBD karena lemahnya kontrol terhadap kepala daerah, tingginya kemungkinan kepala daerah untuk mengembalikan ongkos politik pemilukada langsung melalui APBD sebagai akibat money politics yang dilakukan selama proses pemilukada langsung, masih belum adanya jaminan bahwa kepala daerah terpilih mampu menerjemahkan visi misi untuk pelayanan publik. Korupsi di daerah menjadi lebih tinggi pasca pemilukada yang membuat kualitas pelayanan publik semakin buruk. Akibatnya pelayanan publik masih jauh dari harapan.
Selain itu, dengan adanya pemilukada langsung juga menimbulkan kelemahan yang lain seperti terjadinya resistensi pemimpin daerah kepada pemerintah pusat, yang menyebabkan eksistensi pemerintah pusat justru tidak legitimate di mata pemerintah daerah terkait dengan banyaknya program, kebijakan, dan kebijakan berskala nasional yang tidak/ enggan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Bahkan, tak jarang di tentang oleh pemerintah di daerah. Kemudian, lestarinya konflik horizontal antar masyarakat akar rumput karena kerap dipicu oleh pemanfaatan politik massa oleh calon pemimpin dan pemimpin yang berkuasa didaerah. Baik selama proses pemilukada maupun sepanjang pemimpin tersebut memimpin daerah, yang konstelasi masalahnya kerap dipicu oleh calon pemimpin daerah yang kalah dalam kompetisi pemilihan.
Kelemahan-kelemahan pemilukada langsung yang telah dijelaskan diatas, berdampak pada: pertama, terjadinya pelaksanaan pengulangan Pemilukada. Seperti contohnya pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Kedua, banyaknya permasalahan-permasalahan pemilukada yang berakhir di MK. Menurut pemaparan Ketua MK pada saat rapat konsultasi dengan pimpinan DPD RI, dari 440 pilkada sejak tahun 2008, sekitar 392 berakhir di MK. Ini menandakan ada permasalahan yang serius dalam pilkada di Indonesia.
Sistem dua putaran yang dianut pemilukada pun juga terdapat kelemahan. Sistem dua putaran dijadikan sarana dibeberapa daerah untuk mengajukan anggaran pilkada secara berlebihan. Di Surabaya misalnya, KPUD mengajukan anggaran dua putaran, dan disetujui oleh DPRD kota Surabaya sekitar 36 milyar, dari dana ini, 23 milyar diantaranya dianggarkan untuk putaran pertama dan selebihnya dianggarkan untuk putaran kedua. Padahal, di Surabaya tidak mungkin terjadi putaran kedua sebab calon yang ada tidak lebih dari empat pasang.
  1. C.    Masa Depan Pemilukada Di Indonesia
Setelah sekian waktu pelaksanaan Pemilukada di Indonesia, tentu perlu dilakukan evaluasi guna meningkatkan kualitas di masa yang akan datang. Hal ini perlu dilakukan karena kita meyakini sepenuhnya bahwa demokrasi yang hendak dikembangkan bukanlah demokrasi prosedural semata, melainkan demokrasi substansial yang selain harus benar-benar sejalan dengan kehendak rakyat juga harus berpegang pada nilai-nilai luhur sebagaimana tercermin dalam frasa “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dalam sila keempat Pancasila.
Pemilukada merupakan salah satu momentum politik penting yang mengawali proses pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Berdasarkan UUD 1945, daerah memiliki kekuasaan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan untuk menjalankan otonomi yang seluas-luasnya. Dengan kata lain, kualitas pelaksanaan Pemilukada memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pelaksanaan pemerintahan daerah, yang dengan sendirinya juga berpengaruh terhadap penyelenggaraan negara dan keberhasilan mewujudkan tujuan nasional.
Oleh karena itu pelaksanaan Pemilukada sudah seharusnya tidak hanya secara prosedural sesuai dengan mekanisme dan tahapan yang telah ditetapkan, tetapi juga tidak boleh menciderai prinsip-prinsip konstitusional pemilihan umum. Pemilukada sebagai wujud demokrasi harus dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang berkeadilan sesuai dengan prinsip negara demokrasi berdasarkan hukum. Pada akhirnya Pemilukada diharapkan tidak hanya menjadi legitimasi kepemimpinan seorang kepala daerah, tetapi harus dapat menghasilkan kepala daerah yang memiliki kapasitas dan integritas demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
BAB III
PENUTUP
  1. A.    Kesimpulan
Pemilukada yaitu pemilihan kepala daerah dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan wakilnya maupun pemilihan Bupati/walikota dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang perlu diketahui.
Kelebihan dari diadakannya pemilukada adalah seperti berikut : Pilkada langsung dapat menjadi sarana untuk memperkuat otonomi daerah, Kepala daerah yang terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat, Kepala darah tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai atau fraksi-fraksi politik yang telah mencalonkannya, Sistem pemilukada lebih akuntabel dan adanya akuntabilitas public, Checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang, Kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya, Pemilukada sebagai wadah pembelajaran demokrasi (pendidikan politik) bagi rakyat, Kancah pelatihan ( training ground) dan pengembangan demokrasi, Dimungkinkan bahwa Pemilukada akan dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah, Pemilukada sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan, Membangun stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan ditingkat lokal serta mencegah separatism, Kesetaraan politik (political equality), Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat, adanya platform visi misi kepala daerah yang akan menjadi landasan dasar perencanaan di daerah.
Kelemahan dari diadakannya pemilukada adalah seperti berikut : Dana yang digunakan cukup besar, masih terjadinya money politics, elit capture, kecurangan politik, dan kebocoran APBD karena lemahnya kontrol terhadap kepala daerah, Membuka Ruang Konflik Elit Dan Massa, Aktivitas Rakyat Terganggu, cenderung boros dan rawan konflik.
Kelemahan-kelemahan pemilukada langsung yang telah dijelaskan diatas, berdampak pada: pertama, terjadinya pelaksanaan pengulangan Pemilukada. Seperti contohnya pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Kedua, banyaknya permasalahan-permasalahan pemilukada yang berakhir di MK. Menurut pemaparan Ketua MK pada saat rapat konsultasi dengan pimpinan DPD RI, dari 440 pilkada sejak tahun 2008, sekitar 392 berakhir di MK. Ini menandakan ada permasalahan yang serius dalam pilkada di Indonesia.
  1. B.     Saran
Dengan banyaknya penyimpangan maupun pelanggaran dalam pelaksanaan pemilukada di daerah, maka sudah seharusnya pemerintah daerah melakukan pembenahan pembenahan dalam hal prosedur pelaksanaan maupun pengawasannya. Dalam hal ini panwaslukada juga harus sigap dalam hal pengawasan terhadap bakal calon pemimpin karena pada kenyataannya masih banyak praktek money politik di lingkungan pemilih.
DAFTAR PUSTAKA :
https://zulianaistichomah.wordpress.com/2013/03/15/analisis-kelebihan-dan-kelemahan-pemilukada-dan-masa-depan-pemilukada-di-indonesia/